
Surabaya - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memastikan pihaknya gerak cepat merespons peningkatan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) atau gagal ginjal misterius yang terjadi pada anak usia 0-18 tahun (mayoritas anak balita) di Jatim.Khofifah secara khusus mengimbau masyarakat, khususnya orang tua untuk tidak panik menyikapi munculnya kasus GGAPA. Namun, Khofifah meminta masyarakat tetap meningkatkan kewaspadaan.
Khofifah berpesan, khususnya kepada orang tua yang memiliki anak di bawah 6 tahun agar waspada jika menemui gejala penurunan frekuensi urine atau tidak ada urine, dengan atau tanpa demam, dan gejala prodromal lain pada anak.
"Jika menemui gejala GGAPA tersebut pada anak, segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat agar segera dapat ditangani oleh tenaga kesehatan," kata Khofifah dalam keterangannya, Jumat (21/10/2022).
Lebih lanjut, Khofifah menjelaskan, jajaran lintas sektor terkait di Jatim telah dikumpulkan dalam rakor khusus terkait penanganan GGAPA. Kasus GGAPA pada anak yang masuk di Jawa Timur dipastikan akan terus dipantau dan dikonsolidasikan bersama.
Bahkan, perkembangan kasus GGAPA di kabupaten kota di Jatim akan di-update secara real time agar penanganan bisa dilakukan secara cepat dan simultan.
Mantan Mensos RI ini menyebut, Pemprov Jatim telah menggelar rapat koordinasi dengan lintas sektor terkait, antara lain kepala dinas kesehatan kabupaten/kota se-Jatim, direktur rumah sakit se-Jatim, Ketua IDI Jatim, Ketua IDAI, Ketua IAI Jatim, Kepala BPOM Jatim, dan Kepala Laboratorium Forensik Polda Jatim.
"Update data akan kita pantau secara real time dengan menyiapkan langkah-langkah konstruktif," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Khofifah menegaskan Pemprov Jatim juga bergerak cepat merespons adanya Surat Edaran Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tanggal 18 Oktober 2022 dari Kemenkes RI perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal.
Jika ada rumah sakit dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang merawat pasien anak dengan dugaan GGAPA, ia meminta tenaga kesehatan segera melapor. Ia ingin dilakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat agar bisa segera dilakukan penyelidikan epidemiologi.
"Jika menemui pasien anak dengan dugaan kasus GGAPA, rumah sakit/ fasilitas pelayanan kesehatan harus segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan membuat surat permohonan pemeriksaan toksikologi ke laboratorium forensik Polda Jatim disertai dengan sampel pasien," bebernya.
Selain itu, Ketua PP Muslimat Nahdlatul Ulama ini telah meminta seluruh Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan rumah sakit se-Jatim untuk menyamakan persepsi dan memperkuat sinergitas dalam pencegahan dan pengendalian kasus GGAPA pada anak di Jatim.
"Untuk kasus GGAPA di Jatim, kita masih menunggu hasil investigasi dari pusat. Walaupun begitu, kita harus meningkatkan kewaspadaan dini dan memperkuat sinergitas dalam pencegahan dan pengendalian GGAPA di Jatim," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, jumlah kasus yang dilaporkan secara nasional hingga 18 Oktober 2022, sebanyak 206 dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak. Sementara di Jawa Timur sampai 20 Oktober tercatat 23 kasus, rinciannya 10 kasus di Surabaya dan 9 kasus di Malang. Tercatat 12 kasus di Jatim dinyatakan meninggal, angka kesembuhan sebanyak 8 kasus dan dirawat 3 kasus.
Dengan adanya peningkatan kasus GGAPA yang terjadi pada anak usia 0-18 tahun di Indonesia, Khofifah mengimbau seluruh masyarakat Jatim untuk tidak panik namun tetap waspada.
"Masyarakat tidak perlu panik, mohon patuhi petunjuk dan imbauan dari pemerintah melalui kanal-kanal informasi Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan sumber informasi resmi lainnya," terang Khofifah.
Dalam kesempatan ini, Kadinkes Jatim, Erwin Astha menambahkan, pihaknya mengimbau kepada seluruh tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan agar sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah.
"Seluruh apotek juga diimbau untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah," tegasnya.
Selain itu, anak-anak usia 0-18 tahun terutama balita, untuk sementara diimbau tidak mengonsumsi obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten. Hal ini sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah.
"Jika anak menderita demam, lebih diutamakan untuk mencukupi kebutuhan cairannya, kompres air hangat dan menggunakan pakaian tipis. Namun jika terdapat tanda-tanda demam bahaya, segera bawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat," pungkasnya.
SUMBER : DETIK.COM
0 komentar:
Posting Komentar